Header Ads

Luhut : Swasembada Garam Tuntas Saat Pilpres 2019

Jakarta, SatuNegeri.net - Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan kemarin, kembali mengumpulkan jajarannya untuk membahas persoalan garam nasional. Ia berharap, krisis garam yang terjadi bulan lalu tidak muncul lagi. usai rapat, Luhut pun berjanji swasembada garam bisa terwujud di tahun 2019.


Rapat koordinasi tentang peningkatan produksi garam ini digelar di Kantor Menko Kemaritiman Jalan MH Thamrin, Jakarta. hadir dalam rapat antara lain perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdangangan, Kementerian PUPR, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). apat ini adalah lanjutan dari rakor lintas kementerian yang digelar awal Agustus lalu.

Apa saja yang dibahas? Luhut bilang, setelah dihitung-hitung dan diinventarisir, potensi lahan garam yang dimiliki Indonesia saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Pada awalnya, Luhut mengira luasa lahan garam yang ada itu hanya sekitar 30 ribu hektare. Namun setelah diinventarisir, lahan garam yang ada ternyata mencapai 40 ribu hektare dan tersebar di seluruh Indonesia. Dan jumlah ini pun masih bisa bertambah.

Sayangnya, sebagian lahan itu tak bisa dioptimalkan karena terkendala sejumlah masalah. Dalam rapat Luhut pun mengaku menginstruksikan kepada pihak terkait untuk menyelesailan masalah-masalah terkait dengan pertanahan. Ia optimis, tahun ini masalah pertanahan tersebut bisa rampung.

"Kelihatannya bisa. Nah, kalau itu bisa selesai tahun ini, kita bisa selesai (swasembada) 2019," kata Luhut. "Swasembada garam, kita ingin lebih cepat lagi. Kalau bisa 2019," imbuhnya.

Menurut Luhut, jika persoalan lahan sudah beres, maka yang perlu dilakukan selanjutnya yakni menerapkan teknologi yang sudah dikembangkan untuk memproduksi garam. Proses ekstensifikasi lahan diharapkan selesai tahun depan.

Luhut menegaskan, swasembada garam yang dipatok pada 2019 tidak hanya untuk garam konsumsi, melainkan juga untuk garam industri. Ia menegaskan, Indonesia jangan mau jadi negara pengimpor terus. "Kan sekarang ini yang banyak garam industri juga ya (diimpor). Kita mau itu jangan impor lagi, memang cost kita mahal, tapi beda Rp30 ya enggak masalah. Termasuk industri, harus bisa dong, masa negara sebesar ini enggak bisa, biar generasi muda jangan impor saja terus," ungkapnya.

Bulan lalu, Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengimpor sekitar 226 ribu ton garam sebagai solusi akhir dari masalah krisis garam di dalam negeri. Pertengahan Agustus kemarin, 52 ribu ton garam impor telah masuk ke Indonesia melalui pelabuhan Ciwandan dan Tanjung Perak.

Krisis garam yang terjadi dikarenakan masalah cuaca yang membuat petani garam tak bisa memanen garam dengan segera. Kemarau basah mengganggu produksi garam. Faktor lain yang membuat produksi garam anjlok adalah lahan garam berkurang karena abrasi. Di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tiap tahun sekitar 300 hektare lahan garam terkikis abrasi di Pantura Cirebon dari sepanjang bibir pantai 52 kilometer. Meskipun Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas, namun tidak seluruh dari lahan pesisir dapat digunakan sebagai lahan tambak garam.

Sejauh ini pemerintah menyasar tiga provinsi di luar Jawa untuk melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan untuk mendorong produksi garam nasional. Selain melakukan upaya ekstensifikasi, pemerintah juga melakukan intensifikasi untuk meningkatkan produksi garam di sentra-sentra garam eksisting di pantai utara Jawa (pantura) hingga Pulau Madura.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati Romica pun menyampaikan krisis garam berpangkal dari tidak terbangunnya basis data informasi prakiraan cuaca yang akurat. Soal cuaca dan data lahan. "Jika permasalahan dasarnya tidak cepat diselesaikan, maka yang dirugikan adalah para petambak garam. Mereka akan terus terpuruk jika kemarau basah terus berkepanjangan," kata Susan.

Dia mencatat, berdasar informasi Pusat Data dan Informasi Kiara, dalam lima tahun terakhir jumlah petani tambak garam di Indonesia menurun drastis, yakni dari 30.668 jiwa pada tahun 2012 menjadi 21.050 jiwa di 2016. Susan menuding kebijakan impor garam berimplikasi besar terhadap penurunan jumlah petani garam di Indonesia selama ini. [SN / rmol]


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.